Foto Biji Kopi |
SPC, Jakarta - Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) memprediksi harga kopi arabika kembali menanjak ke US$ 1,80 per pon atau US$ 3.600 per ton (1 ton = 2.000 pon) pada semester kedua tahun ini. Adapun harga kopi robusta diharapkan naik menjadi US$ 2.200 per ton.
Ketua Kompartemen Specialty Kopi dan Industri Kopi AEKI, Pranoto Soenarto, mengemukakan harga kopi belakangan ini jatuh ke titik terendah. Oleh karena itu, para eksportir kopi saat ini mengantisipasi penurunan harga kopi di tingkat dunia.
Harga kopi di pasar internasional cenderung menurun pada awal tahun ini. Di bursa ICE Futures, Jumat (15/2) pekan lalu, harga kopi arabika untuk kontrak pengiriman Mei 2013 menyentuh level US$ 2.800 per ton. Ini adalah posisi terendah harga kopi dalam enam bulan terakhir.
Mengacu ke data Organisasi Kopi Internasional atau International Coffee Organization (ICO), pada Kamis (14/2), harga kopi robusta senilai US$ 2.160 per ton di pasar Amerika Serikat dan US$ 2.040 per ton di pasar Eropa.
Demi menyiasati penurunan harga kopi, menurut Pranoto, pemerintah perlu berperan aktif, misalnya turut memperbaiki produktivitas tanaman kopi dalam negeri. Dus, kenaikan produksi dan penjualan kopi bisa mengkompensasi penurunan harga komoditas ini.
Demi menyiasati penurunan harga kopi, menurut Pranoto, pemerintah perlu berperan aktif, misalnya turut memperbaiki produktivitas tanaman kopi dalam negeri. Dus, kenaikan produksi dan penjualan kopi bisa mengkompensasi penurunan harga komoditas ini.
AEKI mengakui saat ini produksi kopi di dalam negeri masih rendah yakni hanya 600.000 hingga 720.000 ton per tahun. Produktivitas tanaman kopi juga dinilai perlu digenjot agar Indonesia bisa bersaing dengan negara produsen kopi lainnya seperti Brazil. Produktivitas tanaman kopi Indonesia hanya 600 kilogram hingga 700 kg per hektare. “Seharusnya produktivitas kita di atas satu ton per hektare,” kata Pranoto.
Brasil saat ini mampu memproduksi 3 juta ton kopi per tahun. Sebesar 70% dari jumlah itu adalah jenis arabika. Produsen kopi terbesar kedua di dunia adalah Vietnam dengan volume 1,3 juta ton, dimana 80%-nya berjenis robusta. Brasil berniat mengerek volume produksi kopi robusta untuk mengimbangi permintaan dunia.
Permintaan robusta naik karena harganya lebih murah daripada arabika. Eksportir kopi berharap harga kopi terus meningkat sehingga bisa mendongkrak nilai ekspor kopi. Tahun lalu, ekspor kopi hanya mencapai US$ 1,2 miliar. “Tahun ini diharapkan menjadi US$ 1,4 miliar,” kata Pranoto.
Kementerian Pertanian memproyeksikan produksi kopi 2013 mencapai 763.000 ton. Target produksi ini naik 16,11% dibanding realisasi tahun lalu seberat 657.138 ton. Di Indonesia, kebutuhan kopi diperkirakan mencapai 121.107 ton per tahun. Area perkebunan kopi di Indonesia seluas 1,3 juta ha, antara lain tersebar di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, hingga Papua.
ICO mencatat volume ekspor kopi global meningkat 8,2% menjadi 113 juta kantung pada 2012. Hal ini terdorong tingginya permintaan dibandingkan realisasi 2011 yang sebanyak 104,57 juta kantung. Brazil masih menempati posisi pertama eksportir kopi terbesar dunia di 2012. Negara ini berhasil mempertahankan posisinya, meski volume ekspornya menurun 15,64% menjadi 28,26 juta kantung kopi di 2012 dari sebelumnya 33,50 juta kantung di 2011.
Posisi kedua ditempati Vietnam dengan volume ekspor 25,47 juta kantung biji kopi, naik dibandingkan 2011 sebanyak 17,67 juta kantung. Adapun ekspor kopi Kolombia menurun 7,5% menjadi 7,16 juta kantung di 2012 dari 7,77 juta kantung pada 2011. Demikian pula ekspor kopi India menurun 9,4% menjadi 5.28 juta kantung dari sebelumnya 5,84 juta kantung.
ICO menyebutkan pengiriman kopi arabika turun 0,78% menjadi 66,52 juta kantung. Total produksi kopi dunia periode 2012-2013 diperkirakan tumbuh 7% menjadi 144 juta kantung. (SPC/25/Kontan)
-suarapengusaha-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar